Pages

Luka Bibir Parangkusumo dan Puisi Lainnya

Luka Bibir Parangkusumo

Minggu,

Siang menjelang tersipu

Laut pucat

Ombak menyeret ikan yang sudah terbujur pucat

Penjual siomay melabuhkan plastiknya liwat pengunjung

begitupun kiprah penjual lainnya

Styrofoam,kaleng,pecahan beling sampai karet bekas alat kontrasepsi menepi tak mau kalah dengan keanekaragaman hayati!

Eh lha..masih ada lagi,

sampah dapuranmu yang kau kirim via sungai-sungai tumpah ruah membangun Istana sampah!


Ohh.. andai bibir pesisir ini bibirku,

pasti sudah pecah bongkah dan berdarah-darah


di Negeri ku, untuk sekedar mesra dengan semesta memang bingung caranya

Kepedulian kerap berbenturan dengan kahanan

Solusi di gadang tak kunjung datang

Pada akhirnya

Kesadaran hanya berserakan di ruang-ruang perasaan.


Parangkusumo, 4 Oktober 2020


***

Ngundoh Layangan


Kendalikanlah sesukamu, Nduk

tak apa jika ia nanti sesekali njepluk!

sifat angin memang tak tentu

kadang sepoi kadang mengganas.

seperti kisah hidupmu yang cadas kan?

tak usah berpayah-payah mencemaskannya

langit kemarau begitu luas menyertaimu.

sebelum warna sore memudar,

meninggilah menghebat daripada sebelumnya.


Parangkusumo, 16 Juli 2023


***

di Selatan


Cuk,

Matahari mulai lingsir ke punggung laut

dan gundukan kayu siap disihir menjadi nyala


Orang-orang merayakan petang dengan berselancar diatas anggur,

bukankah itu ritual yang sudah cukup menghangatkan?


jika itu kurang menghangatkanmu

kemari mendekatlah dan aku akan berkisah,

bukan tentang Argasoka dengan ke-elokan bunga-bunganya,

bukan tentang Otea dengan eksotisme para penarinya,

bukan juga tentang Aogashima dengan lava membara

dan keunikan bentuknya yang menyerupai mangkok puding terbalik.


Ini tentang sebuah Tanah yang sangat menggemaskan bernama Atharwa

di mana di dalamnya banyak bocah-bocah menggelandang

yang terpisah dari ibu-bapak kandungnya,

entah dibuang atau ditinggalkan.


Mereka terbiasa lapar, terancam dan terlecehkan.

Susah sekali bagi mereka untuk sekedar mendapatkan aman dan nyaman.

Apa kau pikir mereka terlantar, Cuk?

tidak, mereka tidak terlantar.

sebab satu-satunya yang akan selalu memihak

dan membuat mereka semua tidak merasa terlantar adalah Ibu Bumi.

Mereka hanya bisa bersandar

dan mengadukan kegaduhan isi kepalanya ke bahu Ibu Bumi.


Kini angin mengarahkan pendar api ke arah mu, Cuk.

Tampak ranum wajahmu lengkap dengan matamu yang mulai mengembun.

hmm.. manis sekali.


Embun di matamu yang mulai membandang itu

kini mengembun juga ke mataku.


Bagaimana? apakah cerita ku sudah bisa menggetarkan

dan memacu suhu tubuhmu menjadi lebih hangat?

ya karena ini bukan sekedar kisah dongeng belaka.


Bocah-bocah itu nyata di depan kita,

mereka masih bisa terbahak berlari-lari

sembari mencari kesenangannya sendiri.

bahkan mereka kian tak terkendali bisa mengubah badai ironi menjadi komedi.


Parangkusumo, 20 Agustus 2023


***

Ditulis oleh Lambang Bayu Segoro
Relawan Nyala Litera.